Selamat Datang di Perjamuan Metaekstase

Thursday, December 21, 2006

Derita Akhir Tahun

Ucapkan selamat tinggal pada malam dan siang. Apakah dengan demikian hidupmu jadi sunyi. Pada kenyataan yang membakar ubun-ubunmu engkau tak selamanya meringis dalam belenggu deritamu karena kesadaran terdalam tentang makna mengingatkan engkau akan bahagia. Tapi baiklah, pada kedua kelopak matamu yang menyimpan rindu persis zulaikha kepada Yusuf, tak ada jalan untuk tidak menggapai impian. Karena derita yang berbalut sepinya perpisahan ini semakin menyesakkan rindu untuk menyapa. Perjumpaan dulu hanya menyisakan perih karena tak ada lagi perjumpaan seperti itu lagi yang sempat tercipta. Keterdamparanku pada dosa membuat aku semakin terpisah secara primordial denganMu dan mendesakku kebibir derita perpisahan. Nafsu kebinatangan semakin liar menanduk segala aturanMu. di akhir tahun ini semoga pula mengakhiri derita keterdamparanku dan menjadi awal penyatuanku kembali denganMu karena rinduuuuuuuuuuuuuuuuku Kodong !

Saturday, December 02, 2006

Gara-Gara Pubertas Spritualitas

(kenangan kpd seorang sahabat)

Pernahkah engkau menyaksikan kalbumu tercabik-cabik kepiluan ? Pada saat ketika seseorang sahabat yang begitu dekatnya yang dipertautkan atas nama cinta kepada Tuhan tiba-tiba balik membencimu ? Mungkin kesalahan yang kau buat tidaklah terlalu berarti dibanding dengan besarnya kemarahan yang dipendamnya berhari-hari. Padahal sebelumnya, engkau masih sering berasyik masyuk dan berhahahihi bersama. Bahkan terkadang dalam gurauan yang liar tak terkendali. Tiba-tiba segalanya bermuara pada ending yang betul-betul tidak mengenakkan.
Demikianlah tragedy cinta yang biasanya terjadi. Kerinduan yang menggebu berlumur kemabukan akan cahaya wajahnya sirna sekejap mata oleh sekedar gurauan. Gurauan yang ditafsirkan menjadi kebohongan. Kebohongan yang menjelma pada penghianatan atas ketetapannya.
Demikianlah spritualitas yang teramat belia selalu menjadi pengembaraan cinta. Bukan sesuatu yang teramat berarti sehingga kita menjadi pantas terlena didalamnya. Cita rasa keremajaan dalam pubertas spiritualnya hanyalah semacam hiburan jiwa bukanlah inti. Tapi adalah tangga untuk mencapai yang inti jika segenap keterlenaanmu engkau campakkan. Segenap kebencianmu engkau leburkan dalam cinta menggebu. Sehingga persahabatan sejati tidak pernah lekang oleh kesalahpahaman belaka.

Saya Asyik Nama Allah

Asyik Nama Allah
Inilah syair Debu yang begitu memabukkan. Mendengarnya berarti engkau menyiapkan dirimu terbang ke ketinggian pendakian. Kekuatan syairnya melecutkan energi berpusar cepat sehingga engkau mencapai suatu nikmat. Tapi sebelumnya engkau harus mempersiapkan medium hatimu demi bertahtanya rasa cinta dan rindu yang menggebu. Tanpa itu lagu ini menjadi hambar dan kehilangan daya gebraknya.

Saya asyik nama Allah tak pernah menjadi kenyang
Dari pada lezatannya dan selalu hamba senang
Allah Allah
Skarang ini wahai kawan kumenikmati rasanya
Sudah hamba masuk medan-medan kemanisan Nama
Ya Hai Bantulah Bantulah
Allah Allah
senantiasa kuberzikir nama Tuhan
Hal yang kini luar biasa dalam surga sebuah taman
Allah Allah
Nama Allah membersihkan hati yang penuh berhala
Nama Allah mengarifkan hati menjadi nirmala
Ya Hai Bantulah bantulah
Berzikir sepanjang hari Allah Allah Allah Allah
Kita dating dan kembali Allah Allah Allah Alllah
Allahu Mashalli ala Ahmad Nabi dan Rasulullahi
Allah Wahid Ahad Shamad Baqi Abadi Lestari
Ya Hai Bantulah Bantulah

Monday, November 27, 2006

Pedoman Meditasi Zen

YAKIN PADA PIKIRAN
Jalan sejati itu tidaklah sulit sekiranya anda tidak memungut dan memilih. Tak pula mencintai atau membenci, dan anda akan mengerti dengan jelas. Menyimpang serambut saja, dan anda terpisah jauh darinya bagai langit dan bumi.
Jika anda ingin jalan itu tampak, janganlah menyokong maupun menentang. Menyokong dan menentang saling bertolak belakang. Inilah penyakit pikiran. Tanpa mengenali prinsip misterius ini sia-sialah berlatih keheningan.
Jalan itu sempurna bagaikan angkasa raya, tanpa kekurangan, tanpa kelebihan. Karena menggenggam dan menolak, anda tak dapat mencapainya.
Jangan mengejar eksistensi berkondisi; jangan tinggal dalam menerima kekosongan, dalam kesatuan dan kesamaan, kekacauaan lenyap dengan sendirinya.
Menghentikan aktifitas dan kembali ke keheningan, dan keheningan itu malah akan semakin aktif. Cuma mandek dalam dualitas, Bagaimana anda bisa mengenali keesaan ? jika anda gagal menembus keesaan, kedua tempat kehilangan fungsinya.
Buang eksistensi dan engkau justru jatuh kedalam eksistensi; ikuti kekosongan dan engkau justru memunggunginya.
Bicara dan berpikir berlebihan membelokkan anda dari keselarasan dengan jalan itu.
Pangkas bicara dan berpikir, dan dimanapun juga tiada yang tak dapat anda tembus.

Sunday, November 12, 2006

Kalimat Pembabtisan Rumi

Dengar lagu seruling bambu menyampaikan kisah pilu perpisahan.
Tuturnya, “Sejak aku berpisah dengan asal usulku, pokok bambu yang rimbun, ratapku membuat lelaki dan wanita mengaduh.”
Kuingin sebuah dada koyak sebab terpisah jauh dari orang yang dicintai. Dengan demikian, dapat kupaparkan kepiluan berahi cinta.
Setiap orang yang hidup jauh dari kampung halamannya akan merindukan saat-saat tatkala dia masih berkumpul dengan sanak keluarganya.
Nada-nada senduku senantiasa kunyanyikan dalam setiap majelis pertemuan, aku duduk bersama mereka yang riang dan sedih.
Rahasia laguku tidak jauh dari asal usul ratapku. Namun apakah ada telinga yang mendengar dan mata yang melihat ?
Tubuh tak terdinding dari roh, pun roh tak terdinding dari tubuh. Namun, tak seorangpun diperbolehkan melihat roh.
Bunyi seruling yang riuh ialah kobaran api, bukan desir angina yang berembus : mereka yang mempunyai api akan sia-sia hidupnya.
Inilah api cinta yang tersembunyi dalam seruling bambu, inilah bara semangat cinta yang dikandung anggur.
Seruling ialah sahabat mereka yang terpisah dari sahabat karibnya : lagunya menyayat kalbu.
Siapa pernah melihat racun dan obat penawarnya sekaligus seperti seruling ? Siapa pernah menyaksikan orang berkabung dan pencinta menuturkan rindu dendamnya seperti seruling ?
Seruling menyanyikan kisah jalan tergenang darah dan menyingkap lagi rindu dendam majenun.
Hanya untuk mereka yang tidak mengerti pemahaman dan kepahaman disampaikan : Lidah tak mempunyai pelanggan selain telinga.
Dalam pilu hari-hari hayat kami berlalu tak kenal waktu : Hari-hari kami berjalan bersama kepiluan membara.
Kalau hari-hari kami mesti pergi, biarlah ia pergi ! Kami tidak perduli. Kekallah kau, sebab tiada sekudus Kau.
Mereka yang tidak puas pada air-Nya bukanlah ikan : mereka yang tidak punya roti untuk makanan sehari-hari akan merasa betapa lamanya detik-detik waktu berjalan.
Tidak ada barang mentah yang mengerti makna kemasakan. Karena itu, kini akan kuringkas kata-kataku ! Selamat Tinggal !